Anak dengan ADHD di kelas biasanya menunjukkan ciri khas sulit untuk duduk tenang—bahkan dalam hitungan menit, mereka sudah merasa gelisah. Ketika guru sedang menjelaskan, mereka cenderung kesulitan fokus dan lebih sering asyik bermain sendiri. Frekuensi gangguan ini cukup tinggi, sehingga mereka sering tertinggal dalam menyelesaikan tugas. Guru mungkin perlu berulang kali mengingatkan mereka untuk kembali mengerjakan tugas yang diberikan. Selain itu, anak-anak dengan ADHD sering kali mencari alasan untuk keluar dari kelas, seperti izin ke toilet atau buang sampah, guna mengalihkan perhatian. Pengendalian emosi yang rendah dan perilaku impulsif juga menjadi tantangan bagi mereka dalam lingkungan kelas.
Tantangan terbesar yang dihadapi guru di kelas adalah ketika sekolah belum menerapkan pendidikan inklusi, sehingga guru-guru belum siap menghadapi anak-anak dengan ADHD. Minimnya pelatihan membuat mereka kesulitan menemukan cara yang tepat untuk mengajar anak dengan kebutuhan khusus tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk memahami ciri dan karakteristik anak ADHD agar bisa memberikan penanganan yang sesuai. Tantangan lainnya adalah jumlah siswa yang cenderung banyak di kelas, sehingga tidak mungkin guru hanya fokus pada satu atau dua anak ADHD saja. Guru harus menemukan keseimbangan antara memberikan perhatian kepada siswa reguler dan anak ADHD yang sering kali membutuhkan pengulangan instruksi.
Strategi efektif untuk membantu anak ADHD di kelas meliputi beberapa pendekatan penting. Saat memberikan tugas, guru disarankan menggunakan timer agar anak memiliki batas waktu yang jelas, membantu mereka tetap fokus. Menempatkan anak ADHD di dekat guru juga sangat bermanfaat, karena memudahkan pengawasan dan intervensi ketika mereka mulai terganggu atau mengganggu teman-temannya. Sikap tegas dalam menegakkan aturan sangat diperlukan, karena anak ADHD cenderung menantang aturan yang ada. Jika peringatan berulang kali tidak efektif, guru bisa menetapkan konsekuensi yang konsisten agar mereka belajar tanggung jawab. Pendekatan ini dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih teratur dan kondusif. Selain itu, guru dapat menggunakan afirmasi positif untuk memotivasi anak ADHD. Misalnya, ketika anak berhasil duduk tenang, guru bisa memberikan pujian seperti, “Wah, kamu luar biasa! Hari ini kamu bisa duduk dengan baik di kelas.” Setelah pembelajaran, guru juga perlu mengevaluasi perilaku anak selama kegiatan berlangsung—apakah fokus anak sudah membaik atau masih ada perilaku yang perlu diperbaiki. Ketika anak lambat menyelesaikan tugas, guru harus terus mendorongnya dengan tegas namun sabar, agar anak memahami pentingnya menyelesaikan tugas tepat waktu dan tidak menghindarinya di kesempatan berikutnya. Dorongan yang konsisten akan membantu anak mengembangkan tanggung jawab dan kebiasaan yang lebih baik.
Mendukung anak dengan ADHD di kelas memerlukan kerja sama yang solid dari berbagai pihak, termasuk orang tua, guru, dan manajemen sekolah. Kolaborasi dengan orang tua sangat penting agar mereka dapat memberikan treatment dan penanganan yang tepat di rumah. Manajemen sekolah juga berperan besar dengan membekali guru-guru melalui pelatihan khusus, sehingga mereka siap menangani anak ADHD dengan cara yang efektif. Selain itu, keberadaan shadow teacher di kelas dapat sangat membantu, memungkinkan guru untuk tetap fokus pada penyampaian materi tanpa terganggu oleh kebutuhan individual siswa ADHD dan proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Bimbingan intensif oleh guru BK juga diperlukan agar anak dapat belajar mengelola emosinya dengan lebih baik, sehingga proses belajar-mengajar berjalan lebih lancar.
Mengajar anak dengan ADHD di dalam kelas memerlukan pendekatan yang tepat, terutama jika sekolah sudah menerapkan sistem pendidikan inklusif. Hal ini menuntut adanya guru pendidikan inklusi yang kompeten dan siap mendukung kebutuhan setiap siswa. Guru pendidikan inklusi berperan penting dalam mewujudkan kesetaraan dengan memberikan pengajaran yang tidak hanya merata, tetapi juga disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing siswa, sehingga mereka dapat memperoleh layanan pendidikan tanpa hambatan.
Bentara Campus hadir dengan program studi Pendidikan Inklusi, yang dirancang untuk membekali mahasiswa dengan keahlian khusus dalam mengajar anak-anak yang mengalami kesulitan belajar, anak-anak dengan gangguan perkembangan (Anak Berkebutuhan Khusus), serta kemampuan menyusun, menerapkan, dan mengevaluasi program pembelajaran individual. Program ini diharapkan mampu melahirkan para guru pendidikan inklusi yang siap menciptakan lingkungan belajar yang benar-benar inklusif. Dengan begitu, guru dapat membantu anak dengan ADHD mengoptimalkan potensinya secara maksimal.