Menurut data WHO, 29 Agustus 2024, setiap tahun terdapat 726.000 orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun. Artinya, dalam satu jam terdapat 83 orang bunuh diri di seluruh dunia. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah sebagian besar dari angka tersebut berasal dari kalangan muda berusia 15-29 tahun. Di Indonesia, situasinya tak kalah serius, data dari Polri menunjukkan bahwa kasus bunuh diri yang dilakukan pada anak remaja terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2023, tercatat ada 1226 kasus bunuh diri, angka ini naik dari kasus di tahun 2022 yang terdapat 902 kasus bunuh diri. Dari Januari 2024 hingga Agustus 2024 terdapat 849 kasus bunuh diri. Kenaikan kasus bunuh diri setiap tahun nya mengakibatkan hotline bunuh diri diharuskan beroperasi 24 jam untuk menjawab kebutuhan darurat.
Depresi berkepanjangan dan gangguan mental yang tidak ditangani dengan baik sering menjadi pemicu utama tindakan bunuh diri. Kerentanan semakin meningkat pada mereka yang memilih memendam masalah dan enggan mencari bantuan, meskipun kecemasan dan depresi terus menghantui. Ironisnya, di tengah kebutuhan yang mendesak, akses ke layanan konseling di masyarakat masih menghadapi berbagai tantangan. Saat ini, hanya 38 persen puskesmas di Indonesia yang menyediakan layanan kesehatan jiwa. Akibatnya, banyak anak muda yang menderita kecemasan, depresi, atau gangguan kesehatan jiwa lainnya kesulitan mendapatkan akses ke konselor profesional. Biaya layanan konseling yang dianggap mahal membuat mereka ragu untuk mencari pertolongan, meskipun rasa cemas yang terus menghantui sudah sangat mengganggu keseharian mereka.
Oleh karena itu, memperluas akses layanan kesehatan mental di masyarakat serta memberikan edukasi tentang pentingnya segera mencari bantuan dari konselor profesional adalah langkah krusial untuk menangani fenomena bunuh diri di kalangan anak muda. Remaja atau individu yang mengalami gangguan kecemasan dan emosi bisa mendapatkan bantuan langsung dengan berkonsultasi kepada konselor. Konselor tidak hanya memberikan intervensi, tetapi juga mendampingi mereka dengan pendekatan yang tepat, membantu mencegah keputusan-keputusan berbahaya sebelum terlambat. Bayangkan jika setiap puskesmas menyediakan layanan konseling dengan konselor profesional yang mudah diakses—mereka yang mengalami gangguan kecemasan ringan dapat segera mendapatkan bantuan sebelum kondisi mereka berkembang menjadi depresi. Dengan langkah preventif ini, kita dapat mencegah banyak kasus bunuh diri dan membantu menciptakan masyarakat yang lebih sehat, baik secara mental maupun emosional.
Sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/09/10/generasi-z-dan-kerentanan-bunuh-diri