Menurut Van Thiel dan Derksen (2019), anak gifted adalah individu yang tidak hanya memiliki kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa, tetapi juga menunjukkan kreativitas dan imajinasi yang tinggi. Mereka cenderung mandiri dalam berpikir dan bertindak, memperlihatkan keunikan dalam cara mereka memahami dan memecahkan masalah.
“Siswa Gifted yang Tidak Mendapatkan Layanan Pendidikan Khusus Mengalami Tingkat Depresi yang Lebih Tinggi!”
Menurut The National Association for Gifted Children, setiap tahun sekitar 10% remaja gifted ditemukan mengalami gangguan depresi. Dari Seminar Nasional Anak Gifted yang diadakan oleh PSGC Jogjakarta, Ibu Dr. Evy Tjahjono, S.Psi.,M.G.E.Psikolog menjelaskan meskipun tingkat depresi antara anak gifted dan non–gifted secara umum tidak berbeda secara signifikan, risiko depresi menjadi lebih tinggi pada anak gifted yang tidak mendapatkan layanan pendidikan khusus.
Hal ini sering kali disebabkan oleh tekanan berlebihan dari lingkungan sekolah dan sekitar, yang memperbesar tantangan bagi anak gifted untuk “fit in” atau menyesuaikan diri secara sosial. Faktor-faktor seperti cara berpikir yang lebih kompleks, tingkat kegembiraan berlebih (overexcitement), sensitivitas emosional yang tinggi, dan kreativitas yang luar biasa sering membuat mereka dianggap berbeda atau bahkan “aneh” oleh lingkungan sekitar.
Semakin tinggi tingkat kecerdasan seorang anak gifted, semakin besar pula kesenjangan dalam cara mereka berpikir dan berkomunikasi dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Akibatnya, mereka cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya untuk menghindari rasa tidak nyaman.
Pada awalnya, anak gifted mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda depresi. Namun, tekanan yang terus-menerus—seperti ekspektasi yang tinggi, kurangnya dukungan emosional, dan kesulitan dalam menyesuaikan diri—dapat menyebabkan mereka merasa tidak nyaman dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak ditangani dengan baik, tekanan ini berisiko berkembang menjadi depresi yang serius, yang dapat berdampak signifikan pada kesehatan mental dan kualitas hidup mereka.
Faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi anak gifted mengalami depresi yaitu harapan orang tua dan guru yang tidak realistis karena mereka punya kemampuan lebih, pujian yang berlebihan dan yang tidak jelas akan membuat anak gifted cenderung bingung sebenenrnya saya hebat kenapa, penerimaan sosial yang kurang pada pikiran dan pendapat dirinya juga akan menyebabkan dirinya merasa lingkungan mana yang dapat menerima diri nya
Faktor eksternal lain yang turut berkontribusi terhadap risiko depresi pada anak gifted adalah ekspektasi yang tidak realistis dari orang tua dan guru. Karena anak gifted memiliki kemampuan lebih, mereka sering kali dihadapkan pada tuntutan tinggi yang terkadang melampaui kapasitas emosional mereka. Selain itu, pujian yang berlebihan atau tidak spesifik juga dapat membuat anak gifted bingung tentang apa yang sebenarnya membuat mereka dianggap hebat, sehingga memunculkan keraguan terhadap nilai diri mereka. Kurangnya penerimaan sosial terhadap cara berpikir dan pendapat mereka juga menjadi faktor signifikan. Anak gifted sering merasa kesulitan menemukan lingkungan yang benar-benar dapat menerima dan memahami keunikan mereka. Ketidakselarasan ini dapat menyebabkan perasaan terisolasi dan bingung tentang di mana mereka dapat benar-benar diterima. Kombinasi dari ekspektasi yang berlebihan, pujian yang membingungkan, dan kurangnya penerimaan sosial dapat memperburuk kondisi emosional mereka, meningkatkan risiko depresi.
Sejak masa anak-anak adalah waktu yang tepat untuk mengajarkan keterampilan sosial dan kemandirian. Keterampilan sosial yang baik, seperti cara berkomunikasi yang efektif dan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, serta kemandirian yang sehat, akan memberi bekal penting bagi anak gifted untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan sekitar mereka.
Dukungan sosial yang tepat sangat penting bagi anak gifted, karena dapat membantu mereka merasa diterima dan dipahami. Orang tua perlu mencarikan komunitas yang mendukung, di mana anak gifted bisa berinteraksi dengan teman-teman yang sejalan, yang memiliki pemahaman serupa mengenai kemampuan dan perasaan mereka. Selain itu, penting untuk membangun resiliensi pada anak gifted, yaitu ketahanan emosional yang memungkinkan mereka untuk bangkit setelah mengalami kegagalan atau menghadapi tantangan.
Resiliensi ini membantu anak gifted untuk cepat melakukan problem solving, mengatasi rasa kecewa, dan tidak terjebak dalam perasaan negatif. Anak gifted perlu dilatih untuk meredam pikiran dan emosi mereka agar dapat “move on” dengan cepat tanpa terjebak dalam overthinking yang bisa memperburuk keadaan. Salah satu cara untuk mendukung perkembangan resiliensi ini adalah dengan berkonsultasi dengan psikolog atau tenaga profesional lainnya, seperti konselor, yang dapat membantu anak mengelola emosinya dengan lebih sehat dan efektif.