Hidup di era digital membawa banyak dampak positif. Media sosial, misalnya, memberikan ruang ekspresi dan memungkinkan kita terkoneksi dengan mudah satu sama lain. Belajar juga jadi semakin fleksibel berkat akses online yang bisa kita manfaatkan kapan saja dan dari mana saja—tidak ada lagi batasan jarak! Tak hanya itu, beragam pilihan game di era digital ini tidak hanya memberi hiburan yang seru, tetapi juga bermanfaat untuk kemampuan kognitif. Game-game ini dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan mempercepat kecepatan pemrosesan otak kita.
Era digital juga menawarkan berbagai pilihan media hiburan yang mudah diakses, seperti Netflix dan layanan streaming lainnya. Hiburan ini baik bagi kita, karena memberi kesempatan untuk merilekskan pikiran dan sejenak “melarikan diri” dari rutinitas sehari-hari. Kini, hiburan dapat dinikmati kapan saja dan di mana saja, menjadikannya lebih mudah dijangkau dalam keseharian kita. Era digital memang mempermudah komunikasi—kita bisa terhubung dengan siapa pun, kapan pun. Selain itu di era digital yang semakin berkembang ini, dunia e-commerce seperti shopee, tokopedia, tiktok shop kini semakin beragam dan mudah diakses dan menawarkan berbagai pilihan produk.
Jika tidak digunakan dengan bijak dan dalam porsi yang tepat, kemudahan yang ditawarkan era digital dapat membawa dampak negatif, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutan terhadap hal-hal di luar kendali kita. Misalnya, media sosial bisa memicu keinginan untuk terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Begitu pula dalam penggunaan hiburan digital, jika berlebihan, bisa berdampak buruk pada kesehatan seperti mata lelah dan tubuh tidak nyaman akibat screen time yang berlebihan. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan durasi screen time agar terhindar dari efek negatifnya. Screen time ini mengacu pada waktu rekreasi atau hiburan, seperti menonton video atau scroll media sosial. Untuk orang dewasa, disarankan sekitar 2-3 jam per hari, sedangkan untuk remaja 2 jam. Anak usia 0-18 bulan sebaiknya tidak terpapar gadget sama sekali. Anak usia 5 tahun dianjurkan maksimal 1 jam dengan pengawasan orang tua.
Dalam hal komunikasi, era digital juga dapat memicu kecemasan berupa notification anxiety—kecenderungan untuk terus-menerus memeriksa pesan masuk atau melihat jumlah likes setiap kali kita memposting sesuatu di Instagram. Kebiasaan ini bisa mengganggu fokus dan menambah rasa gelisah. Selain itu, era digital juga berisiko membuat seseorang merasa kewalahan akibat information overload. Misalnya, dalam penggunaan e-commerce, semakin banyaknya pilihan produk yang tersedia, membuat kita bingung dan cemas dalam menentukan produk yang ingin dibeli. Hal ini bisa berujung pada kebiasaan boros karena tergoda membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan.
Dalam hal gaming, dampak negatif dapat muncul jika kita sudah mencapai tingkat adiksi atau keterikatan berlebihan, sehingga sulit melepaskan diri dari permainan. Hal ini bisa membuat kita cenderung menarik diri dari kehidupan sosial dan mengurangi interaksi dengan orang-orang di sekitar.
Era digital juga memiliki sisi negatif, seperti meningkatnya kasus pelecehan online dan cyberbullying. Salah satu contohnya adalah penggunaan kata-kata kasar di internet atau tindakan balas dendam seperti revenge porn, di mana seseorang menyebarkan foto-foto vulgar mantan pasangannya sebagai ancaman. Bentuk lain adalah doxing, yaitu mengungkap informasi pribadi seseorang tanpa izin dan menyebarkannya secara publik untuk memicu kebencian. Selain itu, membuat rumor palsu tentang seseorang juga menjadi bentuk cyberbullying yang merusak reputasi dan kesehatan mental korban.
Dampak kecemasan lainnya yang sering muncul di era digital adalah FOMO (Fear of Missing Out), yaitu perasaan takut tertinggal atau merasa tidak ikut dalam hal-hal yang dilakukan orang lain, seperti merasa khawatir teman-teman kita sedang berkumpul tanpa kita, atau takut ketinggalan informasi atau tren terbaru. Selain itu, kebiasaan terus-menerus mengecek ponsel dapat mengganggu kualitas tidur kita, yang pada gilirannya mempengaruhi kondisi fisik dan membuat kita sulit berkonsentrasi dalam aktivitas keesokan harinya.
Tanda dan gejala kecemasan akibat teknologi dapat muncul dalam berbagai bentuk. Secara perilaku, kita mungkin menghindari aktivitas online atau malah merasa terpanggil untuk memeriksa media sosial secara kompulsif. Dari segi emosional, gejala kecemasan bisa berupa perasaan tidak mampu karena terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain, serta meningkatnya stres dan kecemasan. Secara fisik, dampaknya bisa berupa sakit kepala, masalah tidur, dan ketidaknyamanan tubuh akibat terlalu lama terpapar layar atau stres digital.
Strategi mengatasi kecemasan di era digital melibatkan beberapa pendekatan yang efektif. Pertama, digital detox, yang menurut penelitian dari Journal of Social and Clinical Psychology (2018) dapat mengurangi depresi dan kecemasan pada partisipan yang mengurangi penggunaan media sosial selama 3 minggu. Digital detox ini dapat dilakukan dengan mengambil jeda dari teknologi, baik harian, mingguan, atau bahkan situasional. Misalnya, setelah menggunakan gadget selama satu jam, ambil waktu rehat beberapa menit, atau coba tidak menggunakan gadget di akhir pekan.
Kedua, mindful social media, yaitu dengan sadar memilah akun-akun dan konten yang kita konsumsi di media sosial. Menurut The American Psychological Association (2021), individu yang meng-unfollow akun berbahaya dan hanya mengikuti akun dengan konten positif mengalami peningkatan self-esteem dan penurunan kecemasan yang signifikan. Ketiga, penting untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan offline. Ketika ada kesempatan untuk bertemu dengan teman atau keluarga, terimalah undangan tersebut. Interaksi sosial secara langsung membantu mengurangi kecemasan sosial dan perasaan kesepian. Terakhir, kebiasaan tidur yang sehat juga berperan penting. Penelitian dari Journal of Clinical Sleep Medicine (2021) menunjukkan bahwa individu yang menghindari screen time satu jam sebelum tidur mengalami peningkatan kualitas tidur yang berujung pada penurunan kecemasan.